Pada proses produksi umumnya dimulai dari pengolahan bahan baku menjadi produk setengah jadi atau produk jadi lalu produk itu disempurnakan dan diberi merk dan akhirnya dijual kepada pembeli. Contohnya pabrik tekstil mengolah bahan baku katun menjadi produk setengah jadi benang atau kain. Lalu kain tersebut diolah lagi menjadi baju. Terakhir baju tersebut didesain dan dilabeli sebuah merk dan dijual kepada pembeli. Nah, karena setiap langkah proses tersebut membutuhkan tenaga, waktu dan biaya maka ada “nilai” yang tertanam di produk tersebut.
Katun 300 gram harganya sekitar Rp 6,000 dan bila diolah menjadi kaos polos, harganya bisa naik menjadi Rp 30,000. Bila kaos tersebut didesain, diberi merk dan dijual di Matahari misalnya, harganya bisa menjadi Rp 100,000. Kenaikan harga tersebut menjadi bukti adanya nilai yang dimasukkan sehingga pembeli rela mengeluarkan uang 16x lipat lebih tinggi dibanding bahan bakunya.
Pengolahan produk itu juga menimbulkan banyak variasi produk jadi. Kalau katun tadi diolah menjadi kemeja, harganya akan cenderung lebih mahal dibandingkan kaos. Bila kaos yang sama diberi merk Giordano dan Supreme harganya bisa berbeda jauh. Fenomena ini terjadi karena nilai pengolahan dan nilai merk yang disematkan di baju itu berbeda-beda.
Nah, bagaimana bila bisnis itu menjual bahan bakunya? Tidak terjadi proses pengolahan di sana, otomatis tidak ada nilai tambah di produk tersebut. Bila tidak ada nilai tambah, tentu saja tidak ada variasi produk. Produk yang sama persis tentu saja harus dihargai di tingkat harga yang sama. Maka harga produk tidak lagi ditentukan dari nilai yang ditanamkan melainkan dari tingkat penawaran dan permintaan di pasar. Bisnis ini disebut bisnis komoditas.
Bisnis batubara adalah salah satu bisnis komoditas yang harga jualnya sangat ditentukan oleh harga pasar batubara. Pada umumnya harga acuan yang digunakan secara internasional adalah harga Futures Global Coal Newcastle dengan spesifikasi GAR 6,300 kcal/kg. Tentu saja ada beberapa index lainnya, tapi untuk lebih simpel acuannya pakai indeks Newcastle saja.
Harga pasar hanyalah mempengaruhi harga jual batubara, sedangkan fixed cost yang dibebankan kepada perusahaan tidak terlalu terpengaruh oleh indeks tersebut. Alhasil ketika harga pasar sedang mahal, pemilik perusahaan batubara akan bergembira karena dengan harga yang mahal omzet akan meningkat, dan bila fixed cost nya tetap, otomatis net profit akan jauh lebih baik. Sayangnya, hal ini juga terjadi sebaliknya, bila harga jual turun, net profit akan turun. Bahkan tidak jarang yang sampai merugi dan bangkrut.
Proses Pertambangan batubara
Batubara adalah komoditas yang sering digunakan sebagai bahan baku untuk industri pembangkit listrik dan pembuatan baja. Karena letaknya ada di bawah tanah, maka perlu ada penggalian tanah untuk mendapatkan batubara. Sebelum penggalian dilakukan, tentu perlu adanya analisa lapangan, biasa disebut eksplorasi. Setelah analisa lokasi, bila data menunjukkan ada cadangan batubara yang cukup menarik, maka lahan tersebut akan masuk ke tahap pengerjaan.
Selain urusan ijin dan administrasi, tahap pengerjaan krusial sebelum batubara dapat diambil adalah pemindahan overburden. Overburden adalah pohon, tanah, bebatuan, dll di atas tambang batubara yang menghalangi akses ke batubara. Setelah pemindahan tersebut, barulah tambang batubara siap untuk dibawa ke permukaan.
Batubara yang telah ditambang tidak serta-merta dapat dijual. Butuh proses yang cukup panjang agar batubara siap dijual atau dipakai di pembangkit listrik atau smelter baja. Proses yang paling umum dilakukan adalah pengeringan batubara, karena batubara yang bisa dipakai hanyalah yang kering. Maka, curah hujan sangat berpengaruh pada efisiensi tambang.
Setelah batubara di lokasi tersebut habis ditambang, maka perlu juga adanya proses mine closing dimana overburden tadi dikembalikan dan pepohonan dan tanah disuburkan kembali agar bisa kembali dipakai untuk kegiatan lainnya. Semua proses ini membutuhkan biaya yang tinggi, maka itu bisnis batubara termasuk bisnis yang membutuhkan Capital Expenditure yang tinggi.
Harga Batubara
Batubara memiliki beberapa jenis dan juga faktor yang mempengaruhi harga jualnya. Tabel di bawah ini saya buat untuk menjelaskan faktor yang mempengaruhi batubara secara umum. Semakin tinggi maka harga jualnya juga semakin mahal.
Batubara kalori rendah biasanya dipakai oleh negara berkembang karena biayanya yang murah, sedangkan negara maju dan peduli lingkungan hanya membeli batubara dengan kalori tinggi dengan polutan yang rendah. Namun, kebanyakan negara maju sudah mulai mengembangkan sumber daya energi alternatif seperti nuklir dan Renewable energy, maka pangsa pasar batubara kalori tinggi di masa depan kemungkinan akan berkurang.
Seperti saya sebutkan sebelumnya, harga acuan internasional mengikuti GC Newcastle yang didasari spek kalori 6,300. Maka bila batubara yang dijual kalorinya di bawah itu, harga jualnya juga akan di bawah harga batubara Newcastle, vice versa. Namun, pergerakan naik-turunnya akan menyerupai harga acuan kecuali terjadi kejadian khusus. Contohnya bila permintaan batubara Jepang dan Korea berkurang sedangkan permintaan India meningkat, maka pergerakan harga batubara kalori tinggi dan rendah bisa jadi berbeda.
Pada umumnya semakin tinggi kualitas batubara, semakin dalam pula jarak penggaliannya. Maka tambang yang memproduksi batubara kualitas tinggi biasanya mempunyai Stripping Ratio, yaitu rasio Overburden yang perlu dipindahkan per 1 ton produksi batubara, yang tinggi. Maka penentu keuntungan perusahaan tidak hanya berdasarkan kualitas batubaranya, tapi juga biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh batubara tersebut.
Lalu khusus di Indonesia ada juga peraturan Domestic Market Obligation (DMO) yang mengharuskan perusahaan batubara menjual 25% dari produksinya ke PLN dengan harga maksimal $70/ton. Bila harga acuan di bawah $70, PLN akan membeli mengikuti harga pasar, namun bila harga acuan di atas $70, PLN hanya mau membayar $70. Selain itu, PLN hanya menerima Thermal Coal dengan kalori rendah, sehingga bila perusahaan tidak memiliki batubara dengan spek PLN, mereka tidak bisa memenuhi kuota DMO nya. Bagi perusahaan yang tidak bisa memenuhi kuota tersebut, maka mereka harus melakukan transfer kuota yang artinya mereka harus membeli batubara kalori rendah dan dijual ke PLN. Tentu saja supplier batubara yang memiliki batubara dengan spek PLN akan menjual dengan harga premium ke konsumen transfer kuota.
Faktor Lainnya
Perusahaan tambang biasanya memberitahu berapa jumlah batubara yang dimilikinya dan dibedakan menjadi 2, yaitu Reserves dan Resources. Reserves adalah cadangan batubara yang nilai ekonomisnya sudah dipastikan oleh pemilik tambang, sedangkan Resources adalah cadangan batubara yang diperkirakan bisa diperoleh saat ditambang. Lebih baik kita hanya memperhatikan Reserve saja karena Resource sifatnya masih kira-kira.
Skala produksi batubara yang mencapai jutaan ton per tahun tentu saja memerlukan fasilitas pengolahan yang raksasa. Fasilitas yang diperlukan pada umumnya berupa alat berat, transportasi untuk batubara, pengolahan batubara, fasilitas pendukung (air, listrik, properi), dan transportasi untuk ekspedisi ke pembeli. Beberapa perusahaan besar memiliki fasilitas itu sendiri, namun ada juga yang memakai jasa kontraktor batubara. Selain itu ada beberapa perusahaan yang memiliki fasilitas pengolahan batubara sendiri seperti PLTU atau smelter. Perusahaan yang memiliki semua fasilitas dan pengolahan sendiri sering disebut perusahaan terintegrasi.
Walaupun ada potensi peningkatan margin, karena adanya nilai yang dimasukkan saat pengolahan, resiko perusahaan terintegrasi juga cukup tinggi. Pembuatan fasilitas pendukung dan pengolahan tentu saja membutuhkan Capital Expenditure yang sangat tinggi dan waktu yang dibutuhkan untuk balik modal biasanya hitungan belasan hingga puluhan tahun. Bila mereka menggunakan pinjaman bank untuk mendanai proyek tersebut, maka saat harga batubara jatuh, resiko gagal bayar hutang akan meningkat. Maka analisa Balance Sheet di perusahaan batubara menjadi hal sangat penting.
Lokasi tambang juga menjadi faktor yang cukup penting, karena semakin jauh lokasi tambang dari terminal transportasi besar (kereta atau kapal) maka semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk transport.
Batubara termasuk sumber energi tidak terbarukan yang artinya jumlah batubara di bumi terbatas dan tidak bisa ditambah lagi, otomatis jumlah tambang batubara juga terbatas. Maka dari itu bila perusahaan ingin menambang batubara, maka mereka harus minta ijin kepada pemilik lahan, yaitu negara Indonesia. Proses ini tidak mudah dan juga rumit, maka kekuatan koneksi dan dana personel perusahaan tersebut sangat berpengaruh atas kesuksesan perusahaan. Di Indonesia, mayoritas tambang batubara dimiliki keluarga konglomerat, perusahaan besar, atau milik pemerintah R.I sendiri.
Prospek Batubara
Pada saat artikel ini ditulis, dunia sedang dilanda pandemi COVID-19 yang menyebabkan lockdown di berbagai negara di dunia. Berhentinya kegiatan ekonomi dan industri juga menurunkan permintaan batubara, terutama di Cina dan India yang adalah dua importir batubara besar di dunia. Selain itu, harga minyak dunia juga turun drastis karena alasan yang sama. Sebagai substusi bahan energi, penurunan harga minyak juga mempengaruhi jumlah permintaan batubara. Kalau ada bahan yang murah (minyak), kenapa harus memakai yang mahal (batubara)?
Namun, bila pada 2021-2022 keadaan ekonomi sudah normal kembali, seharusnya harga batubara maupun minyak bisa naik kembali karena pabrik sudah mulai buka dan kebutuhan akan listrik jadi naik lagi.
Saat ini, Renewable Energy seperti angin, air, surya belum terlalu mengancam posisi batubara sebagai bahan baku energi karena biaya implementasinya masih mahal. Tetapi 15-20 tahun lagi, saya percaya bahwa Renewable Energy akan menjadi pilihan yang lebih baik dibanding batubara. In the meantime, terutama di negara berkembang, batubara masih menjadi pilihan utama.
Namun, bila inovasi-inovasi batubara ditemukan, maka bukan tidak mungkin harga batubara masih stabil. Inovasi yang saya maksud seperti gasifikasi, pengolahan batubara menjadi pupuk, atau menjadi bahan baku konstruksi. Bila ada pengalihan manfaat selain bahan baku termal dan baja, maka prospek 15 tahun ke depan harusnya masih bagus.
Karena artikel ini sudah cukup panjang, pembahasan emiten batubara di Indonesia akan saya bahas di artikel lainnya yang terbit besok. Nanti saya kabari lewat grup telegram dan instagram Paskalis Investment.