Summary
Peningkatan CHT sebesar 23% sebenarnya tidak terlalu berpengaruh pada sikap konsumen maupun kinerja Emiten. Namun, reaksi keras dari pasar mengakibatkan penurunan harga yang dalam. Didasari oleh kinerja Emiten yang baik, maka momen ini dapat digunakan untuk membeli saham HMSP maupun GGRM.
Recommendation: HMSP Strong Buy, GGRM Buy
Disclosure: Paskalis Analytics memegang HMSP pada 2.310 dan GGRM pada 57.050. Posisi dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Jumat, 13 September 2019, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menaikkan tarif CHT sebesar 23% pada 1 Januari 2020. Kenaikan ini jauh di atas perkiraan awal di sekitar 10%. Penambahan biaya yang tinggi ini didasari oleh 3 hal. Yaitu tidak adanya kenaikan CHT di tahun 2018, kebutuhan APBN yang meningkat, dan tentu saja menekan jumlah perokok di Indonesia.
Sejak Jokowi menjadi presiden Indonesia, pemerintah sudah menaikkan tarif CHT ini sebanyak 4 kali yaitu pada tahun 2015 (8,72%), 2016 (11,19%), 2017 (10,54%), dan 2018 (10,04%) dengan total 40,49%. Ditambah dengan kenaikan pada 2020, maka sejak 2015-2020 CHT telah naik sebanyak 63,49%.
Tentu saja kenaikan tujuan pertambahan CHT itu sama dengan tujuan yang diutarakan 3 hari yang lalu. Namun sayangnya, jumlah perokok di Indonesia malah semakin meningkat. Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan peningkatan perokok usia 10-18 tahun dari 8,8% menjadi 9,1%. Bahkan Sri Mulyani sendiri mengatakan bahwa jumlah perokok wanita naik dari 7,1% menjadi 9% dan remaja naik menjadi 4,8% dari 2,5%.
Bila kita analisa dari sudut pandang konsumen, apakah kenaikan CHT ini akan membuat mereka tidak membeli rokok lagi? Belum tentu. Sesuai analisa pak Teguh Hidayat (teguhhidayat.com), jenis rokok paling umum adalah Sigaret Kretek Mesin (SKM). Harga jual Eceran Terendah SKM adalah Rp 1.120 per batang dengan cukai Rp 590 (Data 2018). Cukai Rp 590 ini naik 23% menjadi Rp 725. Maka kenaikan Cukai Rokok ini sebenarnya tidak terlalu signifikan. Hal ini juga didukung oleh peningkatan taraf hidup masyarakat yang mulai condong ke golongan menengah, dimana kenaikan ~200 rupiah rokok tidak terlalu berpengaruh. Tentu saja sifat adiktif dari rokok juga turut serta meminimalisir pengurangan jumlah perokok.
Bila dilihat dari sisi Emiten, omzet kedua Emiten rokok punya juga mengalami peningkatan secara stabil setiap tahunnya. Laba maupun Ekuitas kedua perusahaan ini juga menunjukkan grafik positif yang mirip.
Bahkan Grafik harga saham dari HMSP maupun GGRM juga menunjukkan peningkatan dari tahun 2015-2018. Namun, pada awal 2019 mulai muncul rumor adanya peningkatan CHT yang menyebabkan harga saham perlahan menurun. Klimaks dari penurunan harga ini terjadi pada 16 September 2019, hari pertama pembukaan BEI setelah announcement dari pemerintah.
Ada kemungkinan terjadi pergolakan harga secara short-term, karena 2 saham Emiten terkenal ini mendadak jadi sangat populer karena penurunan yang sangat signifikan. Bahkan jarang yang membahas saham ELSA maupun MEDC yang seharusnya naik karena naiknya harga minyak dunia karena peristiwa drone attack ARAMCO.
Bila anda belum memiliki saham HMSP maupun GGRM, ini saat yang tepat untuk mulai beli. Mungkin bisa membeli 30-50% dengan dana yang dicadangkan, untuk jaga-jaga bila harga terus turun dalam beberapa hari ke depan. Bagi yang sudah punya, lebih baik Average Down (Beli lagi) saja daripada Cut Loss.
Terutama untuk saham HMSP, saham ini valuasinya sudah termasuk murah. Karena HMSP adalah salah satu dari 4 saham dengan ROE tertinggi di Indonesia. Maka dengan PER 19,88, HMSP sangat cocok untuk dikoleksi hingga 1-3 tahun ke depan.
Disclaimer: Seluruh rekomendasi dan analisa bersifat subjektif. Paskalis Analytics tidak bertanggungjawab atas keuntungan maupun kerugian dari pihak manapun.