Ray Dalio, pendiri Bridgewater Associates salah satu Hedge Fund terbesar di dunia, mengatakan mayoritas harta yang beredar di dunia bukanlah uang namun kredit (hutang). Mendapatkan kredit jauh lebih mudah dibanding mendapatkan uang. Kita perlu bekerja dan meningkatkan value untuk bisa mendapatkan uang. Sedangkan kredit bisa diciptakan secara instan, hanya perlu kepercayaan dari pihak kreditor bahwa kredit tersebut akan dibayar tepat waktu dengan jumlah yang tepat pula.
Tentu saja kredit itu tidak gratis, penerima kredit memiliki kewajiban secara hukum untuk mengembalikan total kredit yang mereka dapatkan plus bunga yang dikenakan. Pada saat pembayaran kredit, pasti kita akan mengembalikan dengan nominal yang lebih tinggi dibanding nominal yang kita dapatkan dulu. Sistem ini menyebabkan mayoritas pemberi kredit memiliki posisi yang diuntungkan, dengan catatan kredit itu dibayar sesuai ketentuan awal. Pekerjaan yang memberikan keuntungan pasti diburu orang, maka tidak heran banyak sekali bisnis tercipta hanya untuk memberikan kredit.
Saat ini ada bermacam-macam perusahaan yang bergerak di bidang pemberian kredit. Tentu saja bisnis kredit paling umum adalah bank. Ada juga koperasi, institusi yang dulu cukup berjaya di Indonesia. Di jaman modern ini juga banyak perusahaan yang memberikan kredit secara online dengan skema peer-to-peer lending. Namun bisnis yang akan saya bahas di artikel ini adalah bisnis Multifinance.
Bank vS multifinance
Seperti bisnis pada umumnya, bank dan Multifinance membutuhkan modal kerja sebelum bisa menjual produk atau jasanya. Modal kerja kedua institusi ini adalah uang dan juga kredit dari perusahaan lainnya. Bisa dibilang bisnis perbankan dan Multifinance berbahan baku uang, produk yang dijual juga uang, keuntungan yang didapatkan jugalah uang. Tidak seperti manufaktur, software, F&B dan banyak bisnis lainnya, bisnis kredit tidak memerlukan proses merubah bahan baku menjadi barang jadi. Bisnis yang sangat sederhana.
Perbedaan utama bank dan Multifinance adalah di bahan bakunya (modal kerja). Bank diperbolehkan untuk menampung dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan atau deposito. Di tahun 2020 beban bunga yang ditanggung bank dalam bentuk tabungan di bawah 1%, sedangkan bunga deposito sekitar 6%. Maka karena modalnya di bawah 6%, maka bank memiliki kekuatan untuk memberikan kredit dengan bunga yang murah juga, sekitar 8-12% tergantung jenis produknya.
Sedangkan Multifinance tidak diperbolehkan untuk menampung dana dari masyarakat, maka modal kerja Multifinance berasal dari kredit bank dan penerbitan obligasi. Maka modal kerja Multifinance kurang lebih sama dengan angka di atas (8-12%) tergantung perjanjiannya. Otomatis Multifinance harus memberikan kredit dengan bunga yang lebih tinggi juga agar tetap dapat keuntungan, sekitar 18-40% tergantung jenis pembiayaannya.
Nah pertanyaannya, kenapa kok masyarakat mau pinjam uang ke Multifinance dengan bunga tinggi padahal bisa pinjam di bank dengan bunga yang jauh lebih rendah? Seperti yang Uncle Ben bilang, “With big power comes big responsibility“. Fasilitas penampungan dana itu sangat rawan disalahgunakan oleh bank, maka pemerintah membuat banyak sekali peraturan yang mengekang bank dan tentu saja menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan kredit dari bank. Contoh sederhananya, bila kita mau pinjam uang di bank perlu punya jaminan, credit score BI yang bagus, perlu menunggu proses pengajuan, appraisal jaminan dan seterusnya.
Di sisi lain, Multifinance tidak dibebani regulasi-regulasi itu, maka masyarakat yang perlu dana cepat atau tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi persyaratan bank hanya memiliki Multifinance sebagai pilihan (bisa sih pinjam ke perusahaan lain, tapi bunganya lebih besar lagi).
Dari sini bisa disimpulkan bahwa target market Multifinance agak beda dibanding bank karena mayoritas debitur Multifinance adalah orang atau perusahaan yang tidak punya pilihan untuk pinjam di bank karena butuh dana cepat atau memiliki resiko kredit yang cukup tinggi sehingga ditolak oleh bank.
motor vs mobil
“70% pembelian sepeda motor menggunakan fasilitas kredit” kata Adira Multifinance. Ya, memang mayoritas pembiayaan yang dilakukan Multifinance adalah pembiayaan pembelian otomotif. Biasanya pembiayaan dibedakan menjadi dua yaitu: Consumer Financing yang menyediakan pembiayaan untuk konsumsi pribadi dan Finance Lease yang melayani konsumen korporasi, biasanya untuk beli peralatan dan mesin konstruksi bangunan dan pertambangan.
Proses kredit mobil, motor dan alat berat kurang lebih sama dimana calon debitur akan mengajukan kredit di bagian marketing perusahaan Multifinance atau mengunjungi kantornya langsung. Konsumen akan membawa dokumen-dokumen yang diperlukan seperti KTP, KK, Slip Gaji, Akta perusahaan, dll yang menjadi basis untuk melanjutkan ke proses selanjutnya. Lalu akan dilakukan survey oleh staff Multifinance mengenai kebenaran data, sejarah kredit dan juga kelayakan jaminan (terutama untuk kendaraan dan mesin bekas). Bila semuanya oke maka komite kredit akan menyetujui pencairan kredit kepada nasabah.
Perbedaan mendasar pada kredit mobil dan motor adalah konsumennya. Karena harganya yang relatif lebih murah dan tidak butuh tempat parkir yang banyak, sepeda motor menjadi transportasi utama bagi masyarakat kelas bawah hingga menengah. Konsumen di kelas ini memiliki resiko kredit macet yang relatif lebih riskan karena kemungkinan penghasilannya berkurang atau malah hilang sama sekali juga lebih besar. Karena perusahaan terpapar resiko yang lebih besar, otomatis kreditur harus memasang ‘jaring pengaman’ yang lebih besar agar bisa menyerap kerugian dari kredit macet itu. Makanya bunga kredit sepeda motor jauh lebih besar dibandingkan kredit motor. Otomatis NPL di perusahaan yang fokus di pembiayaan sepeda motor juga biasanya lebih besar dibanding mobil.
Bagian marketing perusahaan juga butuh usaha lebih keras untuk mencapai target omzet karena ticket size yang kecil. Misalnya bila target sales sebulan 1 Milyar, maka marketing butuh memberikan kredit setidaknya 50-100 sepeda motor. Sedangkan hanya butuh mencari 5-10 debitur mobil untuk mencapai target tersebut. Analoginya kalau di bisnis trading, pembiayaan motor itu eceran (ticket size kecil, quantity besar) dan mobil itu grosir (ticket size besar, quantity kecil).
Ada satu hal yang cukup menarik mengenai perbedaan ini. Menurut salah satu perusahaan pembiayaan, divisi kredit mobil membutuhkan overhead yang lebih tinggi dibanding motor. Sebabnya debitur mobil butuh pelayanan yang lebih baik dibanding motor karena secara umum orang yang kredit mobil, walaupun cuman mobil LGCC, kelas ekonominya di atas orang yang kredit Mio.
Kredit lainnya
Beberapa perusahaan juga melayani pembiayaan di luar otomotif, walaupun biasanya jumlahnya kecil. Beberapa produk yang dilayani adalah:
Anjak Piutang = Perusahaan membeli piutang kreditur lain. Perusahaan mendapatkan keuntungan dari angsuran bunga yang dibayarkan oleh debitur. Clipan Finance memiliki portofolio anjak piutang yang cukup besar hingga 2016.
Kredit Edukasi, Travel, Umroh = Pemberian kredit dengan tujuan masing-masing. Jenis jaminannya juga berbeda-beda tergantung perusahaan. Contoh kredit travel yang cukup terkenal adalah Traveloka Pay-Later.
Kredit Tanpa Agunan (KTA) = Pemberian kredit tanpa jaminan. Biasanya debitur hanya menyertakan kartu identitas dan slip gaji saja. Karena tidak ada jaminan, maka bunga yang dibebankan akan tinggi sekali untuk mengurangi resiko kredit macet yang juga tinggi. Biasanya banyak dilakukan oleh P2P Lending, Bank dan juga Multifinance.
Joint Financing
Multifinance bisa bekerjasama dengan bank atau pihak lainnya dengan skema Joint Financing (JF). Jadi pihak bank akan memberikan pinjaman dengan plafon tertentu kepada Multifinance yang harus disalurkan kepada konsumen akhir. Lalu hasil dari pinjaman tersebut akan dibagi rata dengan bank baik bunga yang diterima ataupun kerugian bila terjadi kredit macet.
Contoh: Bank Danamon (BDMN) memiliki Multifinance bernama Adira Dinamika Multifinance (ADMF). Misalnya BDMN mengadakan skema JF dengan ADMF senilai 100 Milyar dengan skema 90:10 dan bunga 10%. Maka skema yang terjadi akan seperti ini:
- ADMF boleh memakai dana JF dari BDMN hingga maksimal 100 Milyar
- Skema 90:10 artinya bila ADMF memberikan kredit mobil senilai 100juta, maka 90 juta berasal dari dana milik BDMN dan 10 juta berasal dari dana ADMF pribadi
- BDMN membebankan bunga 10% beserta provisi dan biaya-biaya lainnya kepada ADMF. Namun, ADMF diperbolehkan untuk membebankan biaya dan bunga lebih tinggi kepada konsumennya, misalnya 12%. Maka spread 2% itu adalah keuntungan bagi ADMF
- Bila kredit 100 juta itu lancar, maka pendapatan yang diterima akan dibagi rata menurut skema 90:10 tersebut
- Namun bila terjadi gagal bayar, maka BDMN akan juga menanggung kerugian 90 juta dan ADMF 10 juta
Kerjasama ini tentu menguntungkan kedua pihak terutama di masalah likuiditas. Skema JF memungkinkan pihak yang kelebihan aset non-produktif menyalurkannya kepada pihak yang masih mendapat banyak permintaan kredit namun kekurangan modal. Lalu juga resiko kredit bisa ditekan karena pengawasan dilakukan oleh dua pihak, walaupun di sini Multifinance memiliki tanggungjawab lebih.
Secara akuntansi, JF juga “menguntungkan” Multifinance karena termasuk pembiayaan off-balance sheet. Biasanya di bagian Balance Sheet perusahaan, piutang pemberian kredit hanya dicatat dalam bentuk nett, artinya piutang JF sudah dikeluarkan dulu. Namun pendapatan dari JF tetap dimasukkan ke dalam Income Statement. Karena pendapatan meningkat tapi jumlah aset tetap, maka secara teori semakin banyak JF, ROA perusahaan Multifinance akan semakin tinggi juga.
Hal yang perlu diperhatikan
Mirip seperti analisa perbankan, beberapa angka penting juga perlu diperhatikan di perusahaan Multifinance. NPL, Write-off, NIM, LFR adalah beberapa rasio penting yang menjadi poin utama dalam analisa perusahaan Multifinance.
Carilah anomali di perusahaan dengan mengkaitkan kinerja finansial dengan divisi kreditnya. Kredit motor dengan margin kotor yang tinggi adalah hal yang biasa, namun kredit mobil dengan margin yang lebih besar adalah hal yang luar biasa. Juga kredit mobil dengan NPL rendah adalah hal umum, yang tidak umum adalah kredit motor tapi NPLnya rendah.
Saya juga biasanya memperhatikan porsi jenis pembiayaannya, apakah mayoritas di pembiayaan konsumen atau korporasi? Apakah naik-turunnya margin dan kualitas aset dipengaruhi oleh perubahan porsi jenis pembiayaan? Misalnya perusahaan yang mengubah fokusnya dari pembiayaan korporasi ke pembiayaan konsumen bisa menghasilkan margin yang lebih baik dengan NPL yang tetap terjaga. Maka bila manajemen bisa terus berkembang ke arah ini maka value dari perusahaan di masa depan akan terus membaik.
Bagi Multifinance yang dimiliki oleh perbankan, perhatikan apakah induk benar-benar mensupport anaknya? Apakah KKB di bank semuanya diberikan ke Multifinance atau masih ada yang dimakan sendiri atau bahkan dikasih ke Multifinance lainnya? Apakah Multifinance dipaksa memberikan dividen yang tinggi untuk membiayai induk?
Perhatikan juga level leverage perusahaan. Jumlah obligasi dan hutang yang dimiliki Multifinance sangat berpengaruh terhadap resiko dan potensi pertumbuhannya. Semakin banyak porsi ekuitas di dalam total aset, maka semakin rendah resiko yang dihadapi Multifinance dan sekaligus lebih tinggi potensi pertumbuhannya. OJK memberikan batas maksimal rasio DER 10x ke perusahaan Multifinance. Perusahaan yang memiliki DER 7x tentu hanya bisa nambah hutang maksimal hingga DER 10x dan di posisi DER setinggi itu tentu resiko cukup besar. Sebaliknya, Multifinance dengan DER 2x memiliki plafon yang lebih tinggi untuk tumbuh dan resiko kebangkrutkannya juga lebih rendah.
Catatan penting soal DER. Tidak semua perusahaan dengan DER rendah adalah perusahaan yang bagus, bisa jadi mereka bukannya tidak mau nambah hutang tapi tidak ada yang mau memberi mereka hutang. Atau perusahaan tidak menambah hutang karena tidak adanya permintaan kredit dari nasabah yang artinya nasabah mereka diambil oleh kompetitor.
Faktor terpenting yang selalu saya tanyakan adalah, hal apa yang dilakukan oleh perusahaan Multifinance agar menang melawan bank dan perusahaan Multifinance milik dealer. Bagi perusahaan Multifinance, kompetitor terbesar mereka adalah bank, karena bank memiliki Cost of Fund yang lebih rendah dibanding Multifinance yang tidak boleh menampung dana masyarakat. Selain itu, bila terjadi penjualan mobil/motor di dealer maka pasti kredit akan diarahkan dulu ke Multifinance milik dealer (misalnya Astra Financial) baru sisanya diberikan ke Multifinance lainnya.
Di situasi seperti itu, perusahaan memiliki 2 opsi: 1) melawan bank dan Multifinance dealer dengan promosi yang lebih menarik atau dengan menjalin hubungan baik dengan dealer. 2) mencari konsumen yang tidak berhubungan atau tidak punya akses ke bank dan/atau dealer. Setiap opsi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, tinggal lihai-lihainya manajemen mengatur strateginya saja.
Daging semua ini. Trims ilmunya!