Skip to content

Prospek RALS (Ramayana Lestari Sentosa) – Terus Berkembang

Pada artikel sebelumnya, saya pernah membahas fashion retailer terbesar di Indonesia PT Mitra Adiperkasa Tbk yang ternyata tidak bisa menghasilkan laba yang memuaskan, bahkan “kalah” oleh dua fashion retailer lainnya Ramayana Lestari Sentosa (RALS) dan Matahari Department Store (LPPF), artikelnya bisa dibaca lagi di sini. Nah, di artikel ini saya bahas prospek RALS dulu saja, karena LPPF saham yang lebih terkenal sehingga analisa dari para analis lain juga sudah banyak. Menurut saya cerita RALS ini juga lebih seru dibanding LPPF.

RALS

Rayamana Lestari Sentosa didirikan sejak 1978 dari toko pertamanya di Jalan Sabang, Jakarta Barat. Selang beberapa tahun berselang, Ramayana mulai membuka beberapa cabang hingga cabang diluar jakarta pada 1985. Pada 1996 perusahaan ini mulai terdaftar di BEI dengan kode RALS dan sejak itu RALS sangat gencar membuka cabang di luar jawa hingga sampai papua pada 2005.

Setelah cabang sudah cukup tersebar di wilayah Indonesia, strategi berikutnya adalah renovasi toko yang sudah ada. Renovasi toko-toko (RALS menyebutnya sebagai transformasi toko) dimulai sejak 2016-2017 dan sampai Q2 2018 RALS telah menggarap 22 toko. Biaya untuk transformasi 1 toko sekitar 4-5M, dengan harapan bahwa toko tersebut dalam memberikan pertumbuhan penjualan 20-25% per tahun. Sehingga biayanya akan balik modal sekitar 2-2.5 tahun.

Selama ini, target market RALS adalah konsumen kelas C dan D. Menurut mereka konsumen kelas C adalah orang dengan pendapatan sekitar UMR, sehingga kekuatan belanja mereka ya terbatas di pasar atau department store murah saja. Lalu konsumen kelas D adalah orang yang pendapatannya sangat minim dan masih perlu dibantu pemerintah. Konsumen ini hanya berbelanja fashion satu tahun sekali pada saat lebaran. Maka bila kita lihat laporan keuangan pada saat lebaran (Q2 atau Q3) omzetnya sekitar 42% dari omzet tahunannya. Bahkan harga sahamnya pun mengikuti pergerakan omzetnya.

Karena RALS sudah menguasai penjualan pada saat lebaran, manajemen merasa mereka perlu juga mengembangkan penjualan pasca-lebaran. Namun karena keterbatasan uang konsumen kelas C dan D, maka RALS harus menyasar konsumen lainnya yaitu konsumen kelas B. Maka RALS mengupgrade beberapa cabang yang berprospek menjadi Ramayana Prime.

Ramayana Prime adalah pusat perbelanjaan + hiburan, jadi konsepnya menjadi mirip mall. Tenant Rayamana Prime juga di upgrade dari sisi kualitas dan harga, tapi tetap tidak semahal mall kelas A (Pacific Place, Plaza Indonesia, Tunjungan Plaza 6). Trend pusat perbelanjaan jaman sekarang juga mengadopsi lifestyle mall, jadi tidak hanya datang untuk beli barang aja, tapi mereka juga menyediakan fasilitas lainnya agar pengunjung lebih betah ke sana. Jadi Ramayana Prime juga menyediakan tenant XXI, Ace Hardware, Starbucks dan sejenisnya. Langkah ini mirip yang dilakukan oleh Carrefour yang dirubah jadi Transmart dan juga disematkan Trans Studio mini di beberapa cabang besar. Sampai awal 2020 RALS berencana membuka 10 gerai Ramayana Prime.

Bagi yang khawatir oleh kalahnya fashion retailer fisik dengan online fashion retailer, RALS juga sudah merambah online melalui existing marketplace seperti Shopee, Lazada dan Tokopedia. Saya rasa langkah ini sudah tepat dibanding membuka website sendiri seperti mendiang Mataharimall, karena toh mayoritas target market Ramayana bukan online shopper layaknya kelas A dan B. Selain itu RALS tidak perlu ‘bakar duit’, biarkan uangnya marketplace saja yang hangus. Sampai awal 2019, omzet online Ramayana hanya 0.5% saja. Walaupun manajemen menargetkan 10% omzet dari online, rasanya butuh waktu bertahun-tahun untuk sampai angka itu.

Kinerja Keuangan

Ramayana Lestari Sentosa adalah salah satu dari sedikit emiten di BEI yang tidak punya hutang bank, piutang sangat kecil dan sangat lancar, lalu kasnya juga banyak. Salah satu alasan kenapa balance sheet RALS sangat baik karena penjualan kepada kustomer mayoritas berbentuk cash. Memang makin lama makin banyak yang memakai kartu kredit atau online payment (OVO, DANA, dst) yang akhirnya berubah menjadi piutang. Namun piutang itu umurnya hanya beberapa hari saja dan pasti dibayar oleh bank atau payment gateway tersebut.

Lalu pembayaran kepada supplier bentuknya hutang yang dibayarkan 1-3 bulan setelah pembelian. Dengan asumsi RALS membutuhkan waktu 1 bulan untuk menjual barangnya, maka RALS menang pembayaran hingga 2 bulan. Bagi para pembaca yang mempunyai bisnis sendiri pasti tahu bahwa menang pembayaran hitungan hari saja sudah sangat bersyukur, apalagi bisa menang sampai 2 bulan. Kenapa kok begitu? Karena dengan adanya gap tersebut, cashflow kita akan sangat lancar dan juga ada kesempatan untuk membungakan uang tersebut. Makanya pada LK Q3 2019, RALS punya 1,9T uang kas yang ditaruh di deposito berjangka (uang kas total 2,8T).

Omzet dan Laba Kotor RALS cenderung flat sejak 2013 dan ada kemungkinan untuk tetap flat atau menurun pada 2019. Modernisasi RALS yang dimulai sejak 2016-2017 belum menunjukkan dampak yang signifikan. Memang Laba bersih dan Free Cash Flow meningkat namun belum sesuai dengan ekspetasinya. Adanya Ramayana Prime seharusnya semakin meningkatkan Laba Bersih perusahaan, karena RALS mempunyai kesempatan untuk jual barang yang lebih mahal, otomatis marginnya juga semakin lebar. Namun kemungkinan FCF yang dihasilkan agak berkurang, karena pembelian Aset tetap untuk membuka Ramayana Prime juga tinggi.

Sama seperti omzet, CFO yang dihasilkan juga cenderung flat sampai 2018. Catatan untuk NET cash flow yang minus pada 2013 dan 2014 itu dikarenakan Cash Flow Investasi juga minus besar. Namun minus ini dikarenakan penempatan deposito RALS (secara akutansi dianggap minus) sehingga ini justru menjadi berita baik bagi investor. Pada 2016 juga minus gara-gara pembayaran sewa tempat kepada Intiland. Sewa tempat ini berlaku selama 5 tahun ke depan. Oh ya, Cash Flow 2019 bisa diabaikan dulu karena perbandingannya tidak apple to apple dengan tahun-tahun sebelumnya.

Oke karena ini adalah analisa pertama yang memakai tabel Efisiensi, maka saya jelaskan dulu maksudnya. 3 baris pertama membandingkan Omzet, Laba dan CFO terhadap Aset Tetap. Artinya setiap Rp 1 Aset Tetap, berapa banyak Omzet, Laba atau CFO yang dihasilkan? Analoginya bila Aset Tetap ini adalah mesin produksi, maka setiap 1 mesin dapat menghasilkan barang jadi berapa banyak. Tentunya semakin banyak barang yang dihasilkan, semakin baik juga.

Mengapa Aset tetap? karena bagi perusahaan seperti RALS, mesin untuk mencetak omzet adalah toko, mesin, kantor, dst yang dikelompokkan menjadi Aset Tetap. Perusahaan yang memiliki 10 Toko dan laba bersih 1 Milyar dibandingkan perusahaan dengan 15 Toko dan laba bersih 30 Milyar, tentu saja perusahaan kedua memiliki efisiensi yang lebih tinggi.

Lalu untuk baris ke-4 dan ke-5 adalah persediaan dan piutang untuk X hari. Artinya jumlah persediaan tersebut cukup untuk penjualan selama sekian hari. Contoh pada 2019 muncul angka 63.75, berarti bila RALS tiba-tiba berhenti kulakan barang, semua persediaan di toko RALS dapat memenuhi permintaan pembeli selama 63.75 hari. Nah semakin tinggi angka ini, justru semakin tidak efisien perusahaannya. Karena stok barang itu membutuhkan storage, otomatis ada biaya untuk storage, juga semakin banyak persediaan, berarti utang RALS ke supplier juga semakin banyak. Tambahan lagi, karena RALS adalah toko fisik dan sasarannya adalah end-user / retail, maka persediaan RALS tidak bisa dikurangi terlalu sedikit. Karena nanti toko Ramayana akan terlihat kosong, tentu saja kita sebagai konsumen males kan kalau lihat toko/swalayan kosong. Menurut saya angka di bawah 90 hari masih normal.

Piutang untuk sekian hari sederhana saja, artinya butuh berapa hari untuk menagih piutang tersebut? Karena piutang RALS itu dari kartu kredit dan online payment, tentu saja piutangnya sangat cepat dibayar. Jadi aman-aman saja.

CFO/Sales artinya setiap Rp 1 penjualan yang terjadi, bisa menghasilkan berapa banyak CFO? Saat ini saya menakar bahwa di atas 15 (0.15) itu sudah angka yang cukup baik. Artinya setiap Rp 1 juta penjualan menghasilan Rp 150.000 uang cash. Kenapa kok rasionya tidak 1:1 atau 100? Karena pertama, kita kan lihat dari sales/omzet maka tentu saja CFO (Kas masuk dikurangi kas untuk bayar supplier dan operasional lainnya) lebih sedikit. Lalu juga banyak perusahaan yang piutangnya besar, maka penjualan hari ini baru jadi cash 1-3 bulan ke depan. Kenapa kok 15? Karena saya lihat UNVR dan HMSP ada di angka 19, karena 2 perusahaan termasuk perusahaan yang sangat bagus di BEI, maka untuk benchmark saya turunkan sedikit jadi 15.

Terakhir, Capex/CFO artinya berapa banyak kas yang dibutuhkan untuk membeli aset tetap perusahaan. Bila Perusahaan memakai 60% kas untuk membeli aset tetap, artinya uang kas yang tersisa untuk shareholder hanya 40% saja. Maka semakin rendah angkanya, semakin efisien pula perusahaannya. UNVR memakai 26% dari CFO untuk pembelian aset tetap, maka untuk benchmark saya pakai di bawahnya sedikit.

Nah menurut saya, yang kurang baik dari RALS adalah rasio Aset tetap terhadap CFO dan laba bersih. Bukan karena aset tetapnya kebanyakan, tapi karena CFO dan laba-nya kurang. Tentu saja dengan pengembangan perusahaan, kita berharap 2 angka tersebut akan selalu naik. Namun untuk saat ini, belum terlalu baik.

Prospek RALS

Harus diakui bahwa RALS bukanlah perusahaan yang exciting, karena produk yang dijual juga tidak banyak inovasi, target marketnya juga kelas bawah dan pertumbuhan omzet dan laba cenderung flat. Memang ada beberapa inovasi major yang mulai dibuat oleh manajement Ramayana, tapi hasilnya baru akan kelihatan at least setahun ke depan. Tentu saja kalau kita membeli saham RALS karena potensi Ramayana Prime yang belum terbukti, kita sama aja dengan berspekulasi. Namun, saya tetap optimis untuk berinvestasi di RALS karena saya melihatnya dengan sudut pandang berbeda.

RALS saya ibaratkan sebagai sebuah mesin produksi permen. Namanya mesin, pasti mempunyai kapasitas dan nilai output yang fix, tidak bisa ditambah kecuali di upgrade. Anggap saja mesin RALS ini dapat menghasilkan 1 juta permen setiap tahunnya. Nah, tiap tahun permen yang dihasilkan oleh mesin ya tetap, yaitu 1 juta permen, tetapi permen yang kita miliki akan bertambah tiap tahunnya. Jadi tahun pertama kita beli mesin RALS, kita punya 1 juta permen. Tahun ke-2 kita punya 2 juta permen, tahun ke-10 kita sudah punya 10 juta permen, walaupun mesin ini tetap hanya menghasilkan 1 juta permen per tahunnya.

Pada analogi itu, Mesin adalah perusahaan Ramayana Lestari Sentosa, Permen yang dihasilkan adalah laba dan permen yang kita miliki adalah laba ditahan. Jadi walaupun grafik omzet dan laba cenderung flat (CAGR 2.3% dan 4.2%), namun saldo laba yang ditahan bertambah secara konsisten tiap tahunnya (CAGR 7%). Kita sebagai shareholder juga menerima dividen rata-rata 50% dari laba bersihnya.

Menurut saya RALS juga termasuk salah satu saham defensif, karena target marketnya retail dan barang yang dijual murah. Logikanya bila terjadi krisis, masyarakat pasti beralih beli barang murah, karena duitnya lagi seret. Nanti kalau ekonomi sudah mulai membaik baru mereka belanja ke kelas Matahari dan Zalora.

Valuasi

Pada 13 Maret 2020 saham RALS dihargai Rp 665 per lembar dengan EPS 90.76 (annualized), berarti Rasio PER dan PBV nya sekitar 7.33 dan 1.09. Jika kita lihat sekilas, memang harganya belum bisa dikatakan sangat murah tapi menurut saya harga ini cukup fair karena memang RALS adalah perusahaan yang bagus. Coba kita dalami lagi valuasi RALS ini.

Sesuai dengan artikel The Real PER yang saya tulis, harga saham RALS bisa dikurangi kasnya karena jumlah kas RALS memang banyak banget. Dengan kas sebanyak 2.829T maka kas per lembar sahamnya adalah 419.55. Maka harga beli saham RALS bukanlah 665 tetapi 665-419.55 = Rp 245, jadi The Real PER RALS adalah 2.7!! Murah banget kan!

Oke oke, kita coba lihat dari sudut pandang lain. Dengan membayar Rp 245 (harga saham) kita mendapatkan uang per tahun 90.76 (EPS) artinya ROI kita sebagai investor adalah 37.04%, yahh sekitar 7x lipat deposito bank aja kok. Bahkan kalau kita bandingkan dengan Free Cash Flow yang dihasilkan per tahun (CFO – Capex) kita akan mendapatkan 47.82%.

Terakhir, dengan asumsi laba 2019 sebesar 612 Milyar dan Dividen Payout Ratio 55%, maka dividen yang akan kita terima adalah 45 rupiah per saham (yield 6.7%), not too bad kan?

Penutup

Kalau saya adalah pembaca artikel ini, saya akan segera buka akun sekuritas dan beli RALS sebanyak-banyaknya, sesuai money management saya tentunya. Namun, saya tidak menyarankan anda melakukan itu sekarang karena kondisi IHSG memang belum stabil. Memang benar pada saat market turun adalah waktu terbaik untuk membeli saham perusahaan yang bagus, tapi menurut saya market saat ini belum mencapai fase bear puncak jadi artinya bisa turun lebih dalam lagi. Sampai berapa dalam tentu tidak ada yang tahu.

Jadi saran saya karena kita sudah tau bahwa RALS adalah perusahaan baik, persiapkan saja uang untuk membeli perusahaannya. Kapan dan harga berapa terserah anda, mengikuti sikon IHSG dan ekonomi dunia.

Rekomendasi: RALS is a very good company, but the market condition is not suitable for BUY recommendation.

Disclosure: Paskalis Investment memiliki saham RALS. Posisi dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.

Disclaimer: Seluruh rekomendasi dan analisa bersifat subjektif. Seluruh data yang kami tampilkan juga bersifat “as is” tanpa jaminan. Kami merekomendasikan para pembaca untuk menganalisa secara mandiri. Paskalis Investment tidak bertanggungjawab atas keuntungan maupun kerugian dari pihak manapun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *