Summary
Daya beli masyarakat Indonesia sangat tinggi, apalagi bila didukung dengan program cicilan. Banyaknya startup yang memfasilitasi gaya belanja tersebut tentu saja menggairahkan pasar kredit retail. Ditambah dengan peningkatan jumlah penjualan sepeda motor di Indonesia, tidak heran performa Adira Dinamika Multi Finance (ADMF) sangat baik tahun ini. Analisa ADMF menunjukkan performa perusahaan yang meningkat stabil dan paralel dengan pergerakan harga sahamnya. Dengan ratio PER dan PBV saat ini, saham ADMF sangat cocok dikoleksi oleh para investor.
Recommendation: ADMF Strong Buy
Disclosure: Paskalis Investment memegang ADMF pada 10,700. Posisi dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Biasanya sebelum saya memutuskan untuk menganalisa suatu saham, saya melakukan screening dulu memakai tools-tools di sekuritas. Pada saat itu saya sedang mencari saham-saham dengan Net Profit Margin (NPM) dan Return of Equity (ROE) yang cukup tinggi karena perusahaan yang memiliki NPM tinggi tentu saja bisa bergerak leluasa untuk memajukan usahanya. Perusahaan saya pribadi juga memiliki NPM yang tidak cukup tinggi, jadi saya tahu rasanya tidak bisa bergerak bebas.
Akhirnya saya menemukan perusahaan kredit seperti ADMF, BFIN, dan MFIN yang layak untuk di analisa. Dari ketiga emiten itu, BFIN memiliki NPM dan ROE yang tertinggi, bahkan NPM BFIN 2x lipat ADMF. Sayangnya setelah saya analisa lebih lanjut BFIN mempunyai rekor buruk pada GCG nya. Saya tidak mengikuti alur kasus yang dialaminya, namun kabar terbarunya kasus tersebut belum selesai. Saham BFIN juga memiliki market cap yang jauh lebih kecil dibanding saham ADMF, apalagi volume tradingnya juga minim sekali.
Setelah saya analisa kembali, valuasi ADMF dan BFIN mirip-mirip. PER, PBV, bahkan dividen payout ratio dan yield mereka juga hampir sama, ini apa saudaraan kali ya? Anyway, kalau saya dihadapkan data seperti ini, tentu saja sebagai calon pemilik perusahaan, saya memilih yang menurut saya lebih aman dan familiar. Maka saya fokus analisa ADMF (Adira Dinamika Multi Finance).
Faktor Penentu
Hampir setiap perusahaan memiliki faktor penentu yang mengakibatkan naik turunnya performa omzet, laba, maupun beban usaha. Sembari saya menunggu Laporan Keuangan Q3 2019 keluar (saya mulai analisa sejak awal Oktober), saya baca-baca Annual Report 2018 nya.
Menurut analisa tim manajemen ADMF, faktor utama yang menentukan kinerja mereka adalah penjualan motor dan mobil di Indonesia. Bila penjualan meningkat, maka layaknya jumlah orang yang beli dengan kredit juga meningkat. Tentu saja hal ini juga ditentukan oleh daya beli masyarakat, tapi orang Indonesia mau susah atau senang tetap suka belanja apalagi kalau boleh nyicil. Maka saya lebih perhatikan data penjualan motor dan mobil saja.
Per Januari – Agustus 2019, penjualan motor Year-on-Year naik 4.46%. Padahal tren penjualan motor beberapa tahun terakhir mulai turun sesuai yang diutarakan oleh Slave Berdasi. Namun penjualan mobil YoY mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu -13.4%. Untungnya pendapatan ADMF masih didominasi oleh kredit motor, jadi statistiknya masih mendukung performa ADMF.
Sahabat Setia Startup?
25% pendapatan AMDF berasal dari wilayah Jabodetabekser dan 55% berasal dari konsumen domisili Pulau Jawa. Jadi pertanyaannya, faktor-faktor dari pulau Jawa apakah yang dapat mempengaruhi performa ADMF? Menurut saya, salah satunya adalah banyaknya startup yang lahir di Jawa. Saya ingin menganalisa dua bidang saja yaitu Fintech dan Ojol.
Bagi yang suka investasi, tentu saja tahu bahwa Sejak 2018, banyak sekali fintech yang bermunculan. Saat ini sudah ada 127 perusahaan Fintech yang terdaftar dan berizin OJK. Mayoritas Fintech-fintech itu adalah kredit pembiayaan. Biasanya antara pembiayaan korporasi dan retail. Pengajuan kredit pun sangat mudah dan cepat, bahkan ada yang hitungan jam sudah cair. Tentu saja bunganya sangat tinggi, OJK membatasi maksimal 0.8% per hari. Kita semua tidak heran bila banyak orang yang menggunakan jasa tersebut untuk membayar DP motor atau mencicil pinjamannya. Memang pesaing ADMF jadi semakin banyak, tapi positifnya, banyak kompetitor justru membuat market semakin bergairah.
Berbeda untuk mobil, konsumen mobil lebih berhati-hati dalam mengajukan kredit mobil karena nominal uangnya cukup besar. Maka saya coba mencari faktor selain Fintech. Dari berita yang saya baca dan pendapat teman-teman, rasa-rasanya mengendarai mobil di kota besar seperti Jakarta semakin tidak nyaman. Jalanan pusat semakin dibatasi oleh CFD dan Ganjil-Genap, lalu tol juga mahalnya minta ampun. Mayoritas teman kantoran saya juga lebih suka menggunakan Grab atau GoCar daripada bawa mobil sendiri.
Tapi pak, menurut data dari Gaikindo, penjualan mobil terlaris itu Avanza, Xpander, dan Rush, mana mobil-mobil ojol seperti Calya, Alya, Sigra, dll? Ya memang penjualan mobil baru datanya seperti itu. Tetapi, driver ojol tentu saja tidak membeli mobil baru sebagai ‘kendaraan dinasnya’, mayoritas akan membeli mobil bekas karena toh mobil dipakai untuk bekerja. Nah, analisa Laporan Tahunan 2018 ADMF menunjukkan bahwa 57% dari pembiayaan kredit mobil adalah mobil bekas. Lebih lagi, 36% dari pembiayaan ADMF adalah Daihatsu yang mobilnya antara lain Xenia, Ayla, Sigra yang adalah mobil familiar di dunia ojek mobil online.
Performa dan Valuasi ADMF
Sekarang kita analisa performa perusahaan. Bila saya memiliki perusahaan pembiayaan, faktor yang paling saya takutkan adalah terjadinya wanprestasi alias utang gak bayar. Jadi rasio Non performing Loan (NPL) harus sangat dijaga.
Hingga September 2019, NPL ADMF terjaga di bawah 2%, tepatnya 1.95%. Artinya, ADMF merugi 1.95% dari omzetnya sebelum dipotong beban usaha lainnya. Namun angka 1.95% termasuk baik, sebagai contoh NPL Bank BCA adalah 1.4% dan rata-rata NPL perbankan Indonesia 2.6%. NPL Fintech konsumtif bahkan bisa di atas 3%.
Nominal laba ditahan dan net margin pun semakin meningkat tiap tahunnya. Sampai dengan Q3 2019 memang ada sedikit penurunan net margin, kita tunggu saja apakah Net margin annual 2019 bisa di menyentuh 19-20%.
Selaras dengan performa perusahaannya, harga saham ADMF selalu meningkat dengan stabil. Bahkan ROE dan PBV nya juga pelan-pelan merangkak naik. Ini salah satu kelebihan dari saham yang tidak terlalu likuid yang pasti tidak menjadi incaran spekulan atau trader juga. Jadi harga saham lebih stabil mengikuti performa perusahaannya. PER nya hanya 5.66 yang menurut saya sudah sangat murah.
Sekian analisa ADMF saya, tentu saja saya sangat merekomendasikan para investor untuk mengkoleksi saham ADMF di harga saat ini. Saya sudah hitung dengan berbagai formula intrinsic value, dan Margin of Safety nya cukup besar hingga di atas 50%. Sejujurnya, ADMF ini adalah saham yang saya paling mantap untuk membeli selama pengalaman saya menganalisa berbagai emiten.
Disclaimer: Seluruh rekomendasi dan analisa bersifat subjektif. Seluruh data yang kami tampilkan juga bersifat “as is” tanpa jaminan. Kami merekomendasikan para pembaca untuk menganalisa secara mandiri. Paskalis Investment tidak bertanggungjawab atas keuntungan maupun kerugian dari pihak manapun.