Date | PI YTD (%) | IHSG YTD (%) | NAV |
---|---|---|---|
1 Jan 2020 | 0 | 0 | Rp1,000 |
Jan 2020 | 0.47 | -5.1 | Rp1,005 |
Feb 2020 | 0.28 | -13.44 | Rp1,003 |
Mar 2020 | 6.97 | -27.95 | Rp1,070 |
Apr 2020 | 9.31 | -26.84 | Rp1,093 |
May 2020 | 12.88 | -24.54 | Rp1,129 |
June 2020 | 17.53 | -22.13 | Rp1,175 |
July 2020 | 19.59 | -18.25 | Rp1,196 |
August 2020 | 23.02 | -16.84 | Rp1,230 |
September 2020 | 24.71 | -22.69 | Rp1,247 |
Sejak seminggu terakhir saya sudah tahu apa yang harus saya tulis di review kali ini, karena saya melakukan suatu kesalahan yang besar dan bodoh hingga 3x berturut-turut. Ketika saya melakukan kesalahan itu, rasa gelisah itu menghantui berhari-hari sampai kadang kebawa mimpi. Namun, setelah hari ini saya review ulang kinerja PI, ternyata bila kita mundur sesaat dan melihat the bigger picture, kesalahan besar di satu titik hanyalah… sebuah titik di dalam lingkaran yang besar.
Saya beli HEXA pada 21 September 2020 di harga 3,980 dengan seperempat dari alokasi dana saham PI. 3 hari sebelumnya saya diberitahu salah satu anggota grup telegram PI bahwa ada potensi “Free Money” karena adanya kabar burung HEXA bagi dividen 538 rupiah. Ternyata malam harinya baru kabar itu muncul secara resmi, dan benar dividen yang dibagikan USD 0.036 itu setara 530-an rupiah. Lalu saya mengatakan di grup bahwa Free Money ini agak riskan soalnya dividen yield di harga closing saat itu (3,700) hanya ~13%, dimana kalau mengacu pada artikel yang saya tulis, itu adalah batas maksimal resiko sebagai Free Money. Kurang dari itu sudah masuk ranah spekulasi.
Jadi saya berspekulasi pada 21 September pagi hari dengan membeli HEXA di 3,980 yang artinya dividen yield hanya 12%. Alasan utama pembelian bodoh itu karena saya merasa dividen yield itu cukup menarik di kondisi IHSG yang lesu ini. Walaupun harganya sempat naik di 4,140, selang beberapa menit saja HEXA sudah jatuh jauh di bawah harga beli saya. Saya mulai merasa gelisah karena hal ini, dan memang akal sehat menjadi susah dipakai di situasi seperti ini. 22 dan 23 September saya top-up HEXA lagi, walaupun dengan nominal yang jauh lebih kecil, dengan harapan kalau-kalau IHSG tiba-tiba membaik, maka HEXA harusnya bisa mantul lagi. Memang pada akhirnya HEXA mantul pada 25 September ketika IHSG naik banyak, namun tetap saja tidak bisa setinggi harga beli saya. Akhirnya saya jual di 3,610 dan mencatat kerugian di sekitar ~8% dan menghapus sekitar 2.5% dari AUM saham PI.
Kerugian ini lumayan menggores psikologi saya karena saya melakukan sesuatu diluar yang saya pikirkan dan katakan. Pembelian ini terjadi hanya karena saya tidak mengendalikan greed dan dorongan untuk berspekulasi. Semakin ironis karena orang tidak beli HEXA karena anjuran saya, tapi saya sendiri beli. Ini pelajaran yang sangat baik yang menyadarkan saya akan dua hal. Psikologi sebagai investor sangatlah penting, karena walaupun semua logika dan angka berkata satu hal, bisikan pikiran yang lemah itu bisa menggerakkan tangan kita untuk melakukan hal yang diluar nalar. Kedua, hal itu bisa menyebabkan kita mengulang kesalahan yang sama berkali-kali. Saya dulu berhenti jadi trader karena gagal berspekulasi, dan kali ini saya mengulangi kesalahan yang mirip. History Doesn’t Repeat Itself, but It Often Rhymes – Mark Twain.
Untungnya saya tidak perlu menyesali hal ini berlarut-larut karena saat saya mengevaluasi kinerja PI bulan ini, kesalahan itu hanya mempengaruhi 0.5% dari keseluruhan AUM PI. Angka yang sebenarnya tidak terlalu kecil, namun jauh lebih kecil dibanding 2.5%. Mungkin saya berusaha menghibur diri atau malah menyangkal, tapi at least saya sudah tidak kepikiran lagi. Kerugian itu hanya menjadi catatan di jurnal investasi saya yang perlu diingat ketika ada godaan untuk berspekulasi. Semoga pada saat itu muncul, logika dan perasaan saya bisa satu pendapat dan memutuskan hal yang benar.