Summary
Pertumbuhan perusahaan yang sangat baik dan konsisten mengerek naik harga saham CLEO hingga overvalue. Pengembangan yang masif dan cepat mengakibatkan meningkatnya jumlah utang ya-saham-cl-saham-cleong harus dibayar, namun tidak didukung oleh jumlah ikh yang cukup. Prediksi resesi 2020 dan ekspektasi tinggi dari investor dapat memberikan efek negatif terhadap performa perusahaan dan harga saham kedepannya. Analisa kami menyarankan untuk menjual saham CLEO.
Recommendation: CLEO Sell
Disclosure: Paskalis Analytics memegang CLEO pada 408,47 dan menjual pada 545. Posisi dapat berubah sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan.
Profil Perusahaan
PT. Sariguna Primatirta Tbk adalah perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dari kelompok usaha Tanobel Food. Tanobel Food sendiri adalah salah satu anak perusahaan dari Holding Company Tancorp milik dari Hermanto Tanoko, salah satu konglomerat dari Surabaya. PT. Sariguna Primatirta Tbk mengawali penjualan AMDK dengan merek “Anda” di tahun 2003, lalu pada tahun 2004, perseroan mendirikan pabrik pertamanya di Pandaan dan membuat merek baru yaitu “Cleo”.
Kinerja Perusahaan memuaskan

Bila dilihat dari laporan Balance Sheet dan Income Statement, performa CLEO bisa selalu meningkat dengan jumlah yang cukup signifikan. Total Aset sudah naik 200% dibanding 2015 dengan kenaikan liabilitas yang tidak terlalu tinggi. Bahkan liabilitas bisa diturunkan hampir 50% di tahun 2018. Ekuitas CLEO pun hampir x5 dari ekuitas tahun 2015. Kenaikan ekuitas ini juga didasari oleh hal yang “baik” yaitu dari kenaikan laba ditahan.

Penjualan juga selalu meningkat sejak 2015. Laba Bersih yang kami perhatikan hanya yang dapat diatribusikan kepada pemilik Induk dan itu pun telah mencetakkan performa luar biasa sepanjang 5 tahun terakhir. Omzet CLEO selalu meningkat, dan mayoritas omzet berasal dari penjualan AMDK dalam bentuk Botol, Galon, dan Gelas.
Berdasarkan data dari Tempo (Maret, 2018), market share Cleo masih sangat kecil, sampai-sampai tidak disebutkan. Namun, bila Club dan Le Minerale, yang brand dan marketing powernya kuat, masih memiliki market share yang sekecil itu (4% dan 3,5%), maka seharusnya market share Cleo lebih kecil lagi. Kabar baiknya, market share kecil memberikan potensi kenaikan Omzet besar bagi CLEO.
Dari pengamatan kami, setidaknya di kota besar, merek Cleo sudah cukup dikenal masyarakat. Akhir-akhir ini CLEO juga gencar untuk mengiklankan produk Galon Pintar nya dengan menggaet Maudy Ayunda. Di kota-kota besar, terlihat Cleo dan Le Minerale sama-sama berlomba menggaet atensi calon konsumennya.

Kejar-Kerjaran dengan investasi dan hutang

Performa bagus dari sisi Balance Sheet dan Income Statement sayangnya tidak didukung oleh laporan Cash Flow yang baik juga. Bila dilihat dari analisa pola nya, CLEO banyak mendapatkan cash dari pendanaan (pinjaman) setiap 2 tahun. Cash dari Pendanaan lebih besar daripada Cash dari Operational pada tahun 2015, 2017, dan 2019. Sedangkan CLEO sangat gencar menggelontorkan dana untuk Investasi. Untungnya, investasi yang dilakukan adalah pembangunan pabrik, pembelian mesin, penambahan armada dan lainnya yang berhubungan dengan operasional CLEO. Seharusnya, investasi ini berefek positif kepada kinerja inti perusahaan.
Current Ratio CLEO 2017-2019 lebih dari 1, berarti uang dan persediaannya cukup untuk melunasi hutang jangka pendek. Namun Quick Ratio CLEO selalu di bawah 1, berarti persediaan CLEO ini cukup besar bila dibanding dengan cash nya. Pada awalnya hasil Quick Ratio ini terlihat mengkhawatirkan, namun mengingat bahwa persediaan CLEO adalah AMDK yang notabene adalah barang fast-moving, seharusnya perubahaan persediaan menjadi cash tidaklah susah dan lama.
Namun ada data yang perlu digaris bawahi. Laporan Q2 2019 mencatatkan, Utang Jangka Pendek CLEO sebesar 225M. Diantaranya terdiri dari
- Kredit Modal Kerja 71,6M dan Kredit Investasi 87,4M dari Bank Mandiri dengan bunga 8,25%
- Lalu Utang Usaha yang sudah jatuh tempo sebesar 43,5M
- Utang Pajak 11,8M dan Utang lainnya
Sedangkan Piutang Usaha yang sudah jatuh tempo hanya 4,4M. Jadi CLEO seperti bermain Temple Run, seolah-olah perusahaan selalu dikejar oleh monster bernama Utang, dimana salah langkah sedikit saja dapat mengakibatkan perusahaan ‘ditangkap’ oleh hutang-hutangnya.
Air Putih seharga wine

Performa spektakuler CLEO tentu menjadikan harga sahamnya naik drastis bahkan sampai kelewat mahal. PER dan PBV nya menunjukkan saham yang jelas-jelas overvalue. Apalagi saham CLEO dapat dibilang saham second liner (Market Cap 6,5T) yang belum memiliki pondasi sekuat kompetitor lainnya (Club – ICBP dan Le Minerale – MYOR). ROE yang tinggi tetap tidak menjustifikasikan alasan untuk membeli saham ini.
Kesimpulan
Banyak analis yang “meramal” bahwa akan terjadi resesi di 2020. Entah resesi ini akan terjadi atau tidak, namun kita tetap perlu waspada dan berhati-hati. Salah satu poin penting dalam resesi adalah “Cash is King”, karena pada saat puncak resesi, di situlah kita bisa membeli barang (saham) dengan harga murah. Kondisi CLEO yang tidak memiliki banyak cash dan dikejar utang jangka pendek menjadi concern utama kami dalam memprediksi performa emiten di tahun 2020.
Tidak bisa dipungkiri, walaupun CLEO masih kecil dan muda, tetap saja growth rate nya sangat tinggi. Ditambah dengan jenis produk yang diterima semua orang, kemasan yang menarik, GCG yang baik, seharusnya perusahaan memiliki prospek yang baik. Hal ini sangat menarik minat investor sehingga harganya terkerek naik. Namun perlu diingat bahwa bila suatu saat pertumbuhan CLEO tidak semenarik saat ini entah melambat atau menurun, dan hal ini pasti akan terjadi, maka kemungkinan besar harga saham CLEO akan turun drastis. Karena ekspektasi yang tinggi jarang terpenuhi, melainkan sering membuat banyak pihak kecewa.
Maka kami merekomendasikan untuk tidak membeli saham CLEO pada saat ini. Bagi yang sudah memegangnya, bisa dipertimbangkan untuk dijual, sebelum harga sahamnya koreksi ke valuasi normal.
Disclaimer: Seluruh rekomendasi dan analisa CLEO bersifat subjektif. Paskalis Analytics tidak bertanggungjawab atas keuntungan maupun kerugian dari pihak manapun.